ðProgresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
terjadi uremia
( SmeltzerC,
Suzanne, 2002 hal 1448)
ETIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK
ðDiabetus mellitus
ðGlumerulonefritis kronis
ðPielonefritis
ðHipertensi tak terkontrol
ðObstruksi saluran kemih
ðPenyakit ginjal polikistik
ðGangguan vaskuler
ðLesi herediter
ðAgen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
( SmeltzerC,
Suzanne, 2002 hal 1448)
PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK
ðPenurunan GFR
Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk
pemeriksaan klirens kreatinin. Akibt dari penurunan GFR, maka klirens kretinin
akan menurun, kreatinin akn meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan meningkat.
ðGangguan klirens renal
Banyak maslah
muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang
berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal)
ðRetensi cairan dan natrium
Ginjal
kehilangan kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara
normal. Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi.
ðAnemia
Anemia terjadi
sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI.
ðKetidakseimbangan kalsium dan fosfat
Kadar serum
kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah
satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi
peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium.
Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi
gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon,
akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan
penyakit tulang.
ðPenyakit tulang uremik(osteodistrofi)
Terjadi dari
perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon.
( SmeltzerC,
Suzanne, 2002 hal 1448)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK GAGAL GINJAL
a.URIN
-Volume:
biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
-Warna: secara
abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau
uratsedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin,
porfirin
-Berat jenis:
kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
-Osmoalitas:
kuran gdari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan rasio
urin/serum sering 1:1
-Klirens
kreatinin: mungkin agak menurun
-Natrium:lebih
besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium
-Protein:
Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus
bila SDM dan fragmen juga ada
b.DARAH
-BUN/ kreatinin:
meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir
-Ht : menurun
pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl
-SDM: menurun,
defisiensi eritropoitin
-GDA:asidosis
metabolik, ph kurang dari 7,2
-Natrium serum :
rendah
-Kalium:
meningkat
-Magnesium;
-Meningkat
-Kalsium ;
menurun
-Protein
(albumin) : menurun
c. Osmolalitas
serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram
retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter
e. Ultrasono
ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f. Endoskopi
ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu,
hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g. Arteriogram
ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskular, masa
h. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
Batu ginjal
merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman
Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi.
Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem
kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk
di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk
di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu
buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam
divertikel uretra.
Batu ginjal
adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks
ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo,
2000, hal. 68-69).
Insidens dan Etiologi
Penyakit batu saluran kemih
menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan
batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran
kemih bagian atas (ginjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi
dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh
dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.
Penyebab terbentuknya batu
saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan
metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik)
Secara epidemiologis terdapat
beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan
sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor
intrinsik, meliputi:
1.Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi
ke generasi.
2.Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50
tahun
3.Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih
banyak dibanding pasien wanita.
Faktor
ekstrinsik, meliputi:
1.Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka
kejadian gejala batu ginjal yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu)
2.Iklim dan temperatur
3.Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya
kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium
mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
5.Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada
orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary
life).
Teori Terbentuknya Batu Saluran
Kemih
Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah:
1.Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine
karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang
berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga
akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran
kemih.
2.Teori matriks: Matriks organik terdiri atas
serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat
mengendapnya kristal-kristal batu.
3.Penghambat kristalisasi: Urine orang normal
mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat,
pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau
beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran
kemih.
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat,
kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin.
Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha
pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.
Batu Kalsium
Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya
batu kalsium adalah:
1.Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari
250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria
absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria
renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif)
seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.
2.Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi
45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar
konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao,
arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
3.Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi
850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang
mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat
bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
4.Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi
dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium
dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit
asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan
thiazide dalam jangka waktu lama.
5.Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat,
magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam
urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga
mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat.
Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya
batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini
adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella,
Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan
enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan
karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.
Batu Urat
Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak
dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat
sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan,
alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami
penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah:
urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi
dan hiperurikosuria.
Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa
obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih
bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada
batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau
hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan
infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen
(gagal ginjal)
Batu
Saluran Kemih
Gambaran Klinik dan Diagnosis
Keluhan yang disampaikan pasien
tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada
pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba
ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal
ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine
menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk
batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan
kuman pemecah urea.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan
mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan
pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit
yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium,
oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pembuatan foto polos abdomen
bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai
di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
Pemeriksaan pieolografi intra
vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV
dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak
pada foto polos abdomen.
Ultrasongrafi dikerjakan bila
pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat
kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai
adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow),
hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.
Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan
masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan
penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran
kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu
dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL,
melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.
Pencegahan
Setelah batu dikelurkan, tindak
lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan.
Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50%
dalam 10 tahun.
Prinsip pencegahan didasarkan
pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan
pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
1.Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan
produksi urine 2-3 liter per hari
2.Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
3.Aktivitas harian yang cukup
4.Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan
adalah:
1.Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi
kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2.Rendah oksalat
3.Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuria
4.Rendah purin
5.Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada
hiperkalsiuria absorbtif type II
Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung
kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan
peradangan.
Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d
mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter,
diuresis pasca obstruksi.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang
ada.
7.Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
-Analgetik
-Antispasmodik
-Kortikosteroid
8.Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan.
Membantu evaluasi tempat
obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke
punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf
dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat
menimbulkan gelisah, takut/cemas.
Melaporkan nyeri secara dini
memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu
meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.
Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan ketegangan otot.
Mengalihkan perhatian dan
membantu relaksasi otot.
Aktivitas fisik dan hidrasi
yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah
pembentukan batu selanjutnya.
Obstruksi lengkap ureter dapat
menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini
merupakan kedaruratan bedah akut.
Analgetik (gol. narkotik)
biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan
meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan refleks spasme,
dapat menurunkan kolik dan nyeri.
Mungkin digunakan untuk
menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.
Mencegah stasis/retensi urine,
menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.
Perubahan eliminasi urine b/d
stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik
dan peradangan.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat
adanya keluaran batu.
2.Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan
variasi yang terjadi.
3.Dorong peningkatan asupan cairan.
4.Observasi perubahan status mental, perilaku atau
tingkat kesadaran.
5.Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin)
-Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat
(Sal-Hepatika)
-Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)
-Antibiotika
-Natrium bikarbonat
-Asam askorbat
7.Pertahankan patensi kateter tak menetap (uereteral,
uretral atau nefrostomi).
8.Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai
indikasi.
9.Siapkan klien dan bantu prosedur endoskopi.
Memberikan informasi tentang
fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi
tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
Batu saluran kemih dapat
menyebabkan peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi
kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu
mendekati pertemuan uretrovesikal.
Peningkatan hidrasi dapat
membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu.
Akumulasi sisa uremik dan
ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.
Peninggian BUN, kreatinin dan
elektrolit menjukkan disfungsi ginjal
Meningkatkan pH urine
(alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam.
Mencegah stasis urine ddan
menurunkan pembentukan batu kalsium.
Menurunkan pembentukan batu
fosfat
Menurnkan produksi asam urat.
Mungkin diperlukan bila ada ISK
Mengganti kehilangan yang tidak
dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine,
dapat mencegah pemebntukan batu.
Mengasamkan urine untuk
mencegah berulangnay pembentukan batu alkalin.
Mungkin diperlukan untuk
membantu kelancaran aliran urine.
Mengubah pH urien dapat
membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
Berbagai prosedur endo-urologi
dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu.
Kekurangan volume cairan
(resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau
kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
RASIONAL
1.Awasi asupan dan haluaran
2.Catat insiden dan karakteristik muntah, diare.
3.Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari.
4.Awasi tanda vital.
5.Timbang berat badan setiap hari.
6.Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit.
7.Berikan cairan infus sesuai program terapi.
8.Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien.
9.Berikan obat sesuai program terapi (antiemetik misalnya Proklorperasin/
Campazin).
Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan
ginjal.
Mual/muntah dan diare secara
umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka
menghubungkan kedua ginjal dengan lambung.
Mempertahankan keseimbangan
cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu
keluar.
Indikator hiddrasi/volume
sirkulasi dan kebutuhan intervensi.
Peningkatan BB yang cepat
mungkin berhubungan dengan retensi.
Mengkaji hidrasi dan
efektiviatas intervensi.
Mempertahankan volume sirkulasi
(bila asupan per oral tidak cukup)
Makanan mudah cerna menurunkan
aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan
cairan dan keseimbangan nutrisi.
Antiemetik mungkin diperlukan
untuk menurunkan mual/muntah.
Kurang pengetahuan tentang
kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada.